Selamat Datang di WebBlog Pemerintahan Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung, Kepada Masyarakat jika mempunyai unek-unek, saran maupun Kritik terhadap kinerja Pemerintahan Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung layangkan email ke desananjung1@gmail.com

nanjung.desa.id

Minggu, 28 Desember 2014

Billing System Cara baru bayar pajak


Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) atau sering disebut e-billing adalah serangkaian proses yang meliputi kegiatan pendaftaran peserta billing, pembuatan Kode Billing, pembayaran berdasarkan Kode Billing dan rekonsiliasi billing dalam sistem Modul Penerimaan Negara.

Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER – 47.PJ.2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Billing System dalam Sistem Modul Penerimaan Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2012.

Kelebihan dari Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ini diantaranya adalah Pertama lebih mudah dan lebih cepat, karena WP tidak perlu lagi mengantre lama di loket teller, teller hanya menginput satu kode saja, bukan seluruh data di SSP dan WP bahkan bisa bertransaksi lewat mesin ATM atau mengakses internet banking dari meja kerja sendiri. Dan kedua akan lebih akurat karena akan mengeliminasi kesalahan input oleh teller serta  web application menyediakan validation rules/function/interface yang meminimalisasi kekeliruan.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-359/PJ/2013 tertanggal 12 Juli 2013 seluruh Wajib Pajak di Indonesia dapat melakukan transaksi melalui Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system). Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dapat dilakukan oleh seluruh wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan selain bendahara pemerintah.

Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system), pembayarannya dapat dilakukan melalui teller bank atau petugas loket kantor pos persepsi atau melalui ATM Mandiri dan Internet Banking Mandiri.

CARA WP UNTUK DAPAT MELAKUKAN PEMBAYARAN DENGAN BILLING SYSTEM (TAHAPAN BILLING SYSTEM)

1. WP mendaftar kepesertaan sistem pembayaran pajak secara elektronik dengan mengajukan permohonan melalui  http://ssereg.pajak.go.id untuk mendapatkan NIPB, nomor identitas pengguna (user id) dan Personal Identification Number (PIN)/Password. Elemen informasi yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam proses pendaftaran peserta billing meliputi:
  1. Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. Alamat surat elektronik (e-mail account) Wajib Pajak;
  3. User ID yang dipilih Wajib Pajak.
2. WP melakukan pembuatan Kode billing dengan menginput setoran pajak sesuai dengan pembayaran yang dituju pada laman http://sse.pajak.go.id menggunakan nomor identitas pengguna (user id) dan Personal Identification Number (PIN).
3. Kode billing berlaku dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam sejak diterbitkan dan setelah melewati jangka waktu dimaksud secara otomatis terhapus dari sistem dan tidak dapat dipergunakan lagi, tetapi ,Wajib Pajak masih dapat membuat kembali Kode Billing.
4. WP melakukan pembayaran dengan menyampaikan Kode billing yang telah diperoleh kepada Teller Bank/Pos atau memasukan Kode billing melalui mesin ATM/internet banking yang disediakan Bank Persepsi yang ditunjuk.
5. Wajib Pajak menerima BPN (bukti Penerimaan negara) atas pembayaran pajak melalui pelaksanaan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).
  1. BPN yang diterima untuk transaksi melalui:
  1. teller (over the counter), diterbitkan dalam bentuk Dokumen BPN
  2. ATM, diterbitkan dalam bentuk struk ATM;
  3. internet banking, diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik yang dapat dicetak oleh Wajib Pajak.
2. BPN tersebut termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Apabila terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut MPN, maka yang dianggap sah adalah data pembayaran menurut MPN.

Kamis, 25 Desember 2014

SIARAN PRES RAPAT KOORDINASI NASIONAL KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI

Balai Kartini, 23 Desember 2014

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi mengajak Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga membangun kebersamaan dalam pembangunan di desa, dalam kerangka Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kebersamaan ini diperlukan mengingat pembangunan di desa memerlukan sinergi antara pendekatan sektor dan pendekatan kewilayahan. Dengan bersinergi maka sumber daya yang tidak tak terbatas dapat digunakan untuk mencapai tujuan secara optimal. Dalam kaitan ini Kementerian Desa telah menyusun data kebutuhan tiap desa, yang merupakan hasil analisis yang bersumber dari Data Survey Potensi Desa Tahun 2011, yang akan diperbarui dengan terbitnya Data Survey Potensi Desa Tahun 2014. Kebutuhan dimaksud meliputi kebutuhan sosial dasar berupa infrastruktur, sarana dan prasarana kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Contohnya, saat ini desa tertinggal yang membutuhkan pondok bersalin sebanyak 3.396, di desa apa, kecamatan apa, kabupaten apa, sudah tersedia datanya. Contoh lainnya, saat ini jumlah desa yang membutuhkan gedung Sekolah Dasar sebanyak 10.080 desa, di desa apa, kecamatan apa, kabupaten apa, termasuk berapa jumlah guru SD yang diperlukan, sudah tersedia datanya. Pada aspek ekonomi, saat ini desa yang membutuhkan pasar desa yang sifatnya permanen sebanyak 16.322 desa. Kementerian Desa sudah memiliki data lokasi dan nama desa yang membutuhkan pasar, dan yang membutuhkan koperasi dll. Data ini akan segera disampaikan Kemenerian Desa ke seluruh Kementerian/Lembaga guna dapat disusun skala prioritas intervensinya, termasuk juga akan disampaikan ke Pemerintah Daerah guna divalidasi mengenai kebutuhan riil-nya, sehingga tidak terjadi dis-alokasi maupun mis-alokasi anggaran. Validasi ini penting mengingat sekecil apapun anggaran yang digunakan diharapkan dapat memberikan dampak kesejahteraan yang maksimal.

Sehubungan dengan implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi telah menyusun 4 (empat) agenda pokok sebagai berikut:

Agenda Pertama: Saat ini dana desa yang sudah teranggarkan pada APBN tahun 2015 masih Rp. 9,1 Trilyun. Untuk itu Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi akan memperjuangkan kenaikan dana desa hingga Rp. 47 Trilyun pada tahun 2015 melalui APBN-P 2015. Selebihnya akan dituntaskan pada tahun ke-2 ayau paling lambat pada tahun ke-3 masa Pemerintahan Jokowi. Hal ini penting agar beban politik segera tertunaikan dan Pemerintahan Jokowi dapat bekerja lebih fokus.
Agenda kedua: Mempercepat perampungan peraturan-peraturan yang mengatur Kewenangan Desa, Pembangunan Desa, Musyawarah Desa, Pengelolaan Keuangan Desa, serta Pelatihan dan Pendampingan Desa. Khusus mengenai pendampingan desa saat ini sedang dipersiapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Agenda Ketiga: menyusun konsep peraturan mengenai pembinaan terhadap asset-asset program dan kegiatan pemberdayaan yang sedang akan berakhir masanya. Hal ini penting agar pranata-pranata sosial ekonomi berikut aset-aset masyarakat yang sudah berkembang di masyarakat tetap terjaga kelangsungannya.
Agenda Keempat: menyusun konsep integrasi antara pendekatan “Membangun Desa” dan “Desa Membangun”. Dalam perspektif Pemerintah Pusat, “Membangun Desa” memiliki makna intervensi, sedangkan “Desa Membangun” memiliki makna fasilitasi. Pendekatan yang sifatnya intervensi akan dilakukan manakala masyarakat desa benar-benar memiliki keterbatasan, sebagai contoh di desa-desa tertinggal, dimana masyarakatnya sarat akan keterbatasan, Pemerintah perlu melakukan intervensi secara langsung dalam waktu tertentu pula untuk tujuan yang tertentu pula. Sedangkan untuk desa-desa yang sudah maju maka Pemerintah hanya akan melakukan fasilitasi berupa pendampingan sampai benar-benar menjadi masyarakat yang mandiri. Baik melalui pendekatan intervensi maupun fasilitasi, keduanya tetap dalam konteks pemberdayaan, artinya meskipun intervensi dilakukan secara langsung, akan tetap diikuti dengan proses pemberdayaan, hal ini agar tidak terjadi ketergantungan yang abadi. Intervensi secara langsung akan berangsur-angsur dikurangi seiring dengan berkurangnya ketergantungan masyarakat kepada Pemerintah. 

Sesuai dengan amanah Presiden kepada para Menteri Kabinet Kerja agar memperhatikan kondisi-kondisi desa-desa dan kawasan pedesaan di perbatasan, pulau-pulau terdepan, terluar dan terpencil, melalui gerakan “save villages”, serta desa-desa rawan bencana alam, sosial dan konflik diseluruh Indonesia, akan dijadikan lokus prioritas, selain upaya mempercepat pembangunan desa-desa tertinggal serta kawasan-kawasan strategis dan pusat-pusat pertumbuhan baru khususnya di kawasan timur Indonesia. Saat ini desa-desa di wilayah perbatasan berjumlah 1.138 desa, dengan rincian yang berbatasan langsung dengan negara lain sebanyak 218 desa dan yang tidak berbatasan langsung sebanyak 920. Adapun desa di wilayah pulau-pulau terdepan, terluar dan terpencil berjumlah 4.584 desa, yang tersebar di 677 pulau. Mengingat wilayahnya yang cukup sulit, maka rencana intervensinya memerlukan pendekatan yang holistik. Untuk itu, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi perlu menjalin kerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang memiliki informasi yang cukup mengenai seluk beluk dan kebutuhan masyarakat di wilayah perbatasan.

Minggu, 14 Desember 2014

Pendingin sederhana dari Pot Bunga


Teknologi tepat guna sederhana berupa pendingin dari pot ini ditemukan oleh Mohammed Bah Abba, pria berkebangsaan Nigeria. Kerja kerasnya mampu menyelamatkan jutaan hidup warga afrika yang hidup didaerah terpencil dan sangat membutuhkan sistem pengawetan bahan makanan sederhana dimana didaerah tersebut belum ada instalasi listrik. Dengan sistem pendingin yang diciptakanya tomat dan cabai merah dapat bertahan selama tiga minggu, sedangkan terong dapat bertahan dalam keadaan layak makan selama 27 hari. Atas kerja kerasnya ini, pria dengan sejuta aktivitas ini mendapatkan Rolex Awards for Enterprise pada tahun 2001. Sistem pendingin pot-in-pot ciptaannya telah digunakan luas di Nigeria dan sebagaian besar negara Afrika.
Cara kerja pendingin sistem pot-in-pot

Sistem pendingin pot-in-pot dibuat dengan menempatkan pot yang terbuat dari tanah liat (tembikar) ke dalam pot tembikar yang lebih besar. Ruang diantara kedua pot kemudian diisi bahan pasir basah yang terjaga kelembapanya. Evaporasi dari pasir basah pada ruang antara pot kecil dan pot besar menyebabkan efek dingin pada area dalam pot kecil. Sangat sederhana namun dapat berkerja sebagai pendingin.
Bahan dan Cara Membuat Pendingin Pot

Bahan yang digunakan dalam membuat pendingin pot ini antara lain; dua buah pot dari bahan tanah liat (tembikar) dengan diameter 60 cm dan 40 cm, lem kayu, kain penutup, pasir, air secukupnya, dan stereofom

Berikut ini adalah cara membuat pendingin dengan sistem pot-in-pot menggunakan bentuk pot yang sedikit berbeda dengan model pot yang digunakan secara umum di Afrika.

    Siapkanlah dua buah pot besar dan kecil dengan bentuk yang sama berbahan tanah liat (tembikar), agar pot kecil dapat masuk secara tepat ke dalam pot besar. Jika ada lubang pada pot seperti yang sering kita jumpai pada pot di Indonesia, maka tutuplah terlebih dahulu lubang pot tersebut menggunakan pecahan genting dan lem, usahakan agar tidak ada lubang pada kedua buah pot yang akan digunakan sebagai pendingin.

    Tempelkan pot kecil ke dalam pot besar seperti pada gambar dibawah ini menggunakan lem. Siapkanlah pasir atau bahan yang dapat dibahasi lainnya seperti pasir laut dsb.

    Masukkan pasir ke dalam ruang antara pot besar dan pot kecil sampai penuh, basahi pasir mengguanakn air dan kemudian tutuplah ruangan tersebut menggunakan stereofom.
Langkah 2 : isikan air kedalam pasir

    Air dalam pasir tersebut akan mengalami evaporasi, sehingga efek evaporasi ini akan mendinginkan ruangan di dalam pot. Demikianlah cara membuat sistem pendingin pot-in-pot.

Kamis, 11 Desember 2014

Dana Desa Senilai Rp 1,4 Miliar Diperkirakan Cair Mulai April 2015


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, dana desa senilai Rp 1,4 miliar untuk tiap desa diperkirakan akan cair mulai April tahun depan. Karena itu, dia meminta aparatur desa menyiapkan diri untuk memanfaatkan dana itu secara optimal.

"Kami minta aparatur desa mulai siap-siap. RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) harus disiapkan," kata Marwan dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (5/12/2014) malam.

Marwan berharap dana desa itu digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Masyarakat, kata dia, harus bisa mengelolanya untuk kepentingan bersama dan menjadikan desa lebih maju dan lebih mandiri lagi. "Jangan diselewengkan karena ini untuk hajat hidup orang banyak," ujarnya.

Kesiapan desa, menurutnya, akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan desa. Pemerintah juga akan menyiapkan tenaga pendamping desa untuk mengawal dan membantu implementasi dana desa. "Nanti para pendamping ini akan memberikan asistensi dalam proses pembangunan desa mulai dari perencanaan, pembangunan, hingga pelaporannya," kata Marwan.
Karena itu Marwan mengajak kepala desa agar secara kreatif menciptakan "pemikat" di daerahnya. Dengan demikian, cara ini diharapkan bisa mengurangi arus urbanisasi dan mampu menciptakan kemandirian yang dimulai dari desa.

"Kita ingin membangun dari desa, menciptakan 'gula-gula' di desa. Jika desanya maju, warganya tidak perlu ke Jakarta atau jadi TKI," kata dia.

Marwan mencontohkan, saat blusukan ke desa Sriwedari di kabupaten Pesawaran, Lampung, dia melihat secara langsung rumah-rumah warga yang tertata baik. Kunjungan itu pun menginspirasi Marwan dalam program percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan atau perdesaan sehat.

Karena itu Marwan menginstruksikan kepala desa untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan potensi desa masing-masing. "Saya juga nanti membentuk koperasi di desa. Kita ingin membangun dari desa, menciptakan 'gula-gula' di desa. Jika desanya maju, kita tidak perlu ke Jakarta atau jadi TKI," ujar politisi PKB itu.

Selain itu, Marwan berjanji, tahun depan 5000 desa akan difasilitasi jaringan dan perangkat desa online. "Jadi pak kepala desa, belajarlah komputer agar kita bisa berkomunikasi secara online," kata dia.
Sumber : Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

Musrenbang


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 tahun 2007, Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP-Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun dan merupakan penjabaran dari RPJM-Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa.
Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya didesa-desa diselenggarakan musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), karena suatu rencana apabila tanpa anggaran sepertinya akan menjadi dokumen atau berkas belaka. Kedua dokumen ini tidak terpisahkan, dan disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat. RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan infomasi publik. Pemerintah desa merupakan lembaga publik yang wajib menyampaikan informasi publik kepada warga masyarakat. Keterbukaan dan tanggung gugat kepada publik menjadi prinsip penting bagi pemerintah desa.
RKP Desa ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa dan disusun melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tahunan atau biasa disebut musrenbang Desa. Dokumen RKPDesa kemudian menjadi masukan (input) penyusunan dokumen APB Desa dengan sumber anggaran dari Alokasi Dana Desa (ADD), Pendapatan Asli Desa (PA Desa), swadaya dan pastisipasi masyarakat, serta sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat.
Proses penyusunan dokumen RKP Desa dapat dibagi dalam tiga tahapan, tahapan tersebut adalah :
1. Tahap Persiapan Musrenbang Desa,
Merupakan kegiatan mengkaji ulang dokumen RPJM Desa, mengkaji ulang dokumen RKP Desa tahun sebelumnya, melakukan analisa data dan memverifikasi data ke lapangan bila diperlukan. Analisis data yang dilakukan seringkali disebut sebagai “analisis kerawanan desa” atau ”analisis keadaan darurat desa” yang meliputi data KK miskin, pengangguran, jumlah anak putus sekolah, kematian ibu, bayi dan balita, dan sebagainya. Hasil analisis ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan penyusunan draft rancangan awal RKP Desa dan perhitungan anggarannya.
2. Tahap Pelaksanaan Musrenbang Desa
Merupakan forum pertemuan warga dan berbagai pemangku kepentingan untuk memaparkan hasil “analisis keadaan darurat/kerawanan desa”, membahas draft RKP Desa, menyepakati kegiatan prioritas termasuk alokasi anggarannya. Pasca Musrenbang, dilakukan kegiatan merevisi RKP Desa berdasarkan masukan dan kesepakatan, kemudian dilakukan penetapan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa.
3. Tahap Sosialisasi
Merupakan sosialisasi dokumen RKP Desa kepada masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Dokumen RKP Desa selanjutnya akan menjadi bahan bagi penyusunan APB Desa. RKP Desa dan APB Desa wajib dipublikasikan agar masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan dan melakukan pengawasan partisipatif terhadap pelaksanaannya.

Langkah - langkah penyusunan dokumen RKP Desa
1. Pembentukan dan persiapan Pokja (Tim) Perencana Desa
Penyusunan RKP Desa merupakan kelanjutan dari proses penyusunan RPJM Desa, dan pelaksanaan kegiatannya tetap dijalankan oleh Pokja (Tim) Perencana Desa yang sama. Beberapa istilah sering dipergunakan untuk tim ini, yaitu Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM) Desa atau Tim Penyusun RKP Desa. Istilah apa pun yang digunakan, intinya adalah tim yang bertugas menyelenggarakan dan memandu proses sejak dari persiapan, pelaksanaan musrenbang sampai paska musrenbang.
Keluaran (output) dari tahap ini adalah:
•    SK Kepala Desa tentang Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim Penyusun RKP Desa atau Tim Penyelenggara Musrenbang Desa yang bertugas memfasilitasi dan menyusun dokumen RKP Desa.
•    Pokja (Tim) Perencana desa yang siap menjalankan tugasnya setelah memperoleh pembekalan yang diperlukan.
Susunan tim ini biasanya sebagai berikut:
•    Kepala Desa selaku pembina dan pengendali kegiatan;
•    Sekretaris Desa selaku penanggungjawab kegiatan (Ketua Tim);
•    Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa selaku penanggungjawab pelaksana kegiatan, termasuk membentuk tim pemandu.
Tugas-tugas tim RKP Desa ini antara lain: melakukan pertemuan/rapat-rapat panitia, membentuk Tim Pemandu, mengidentifikasikan peserta dan mengundang peserta, menyusun jadwal dan agenda, dan menyiapkan logistik.
Tim pemandu bertugas untuk mengelola proses dan memfasilitasi pertemuan/musyawarah seperti kegiatan kajian/analisis data, lokakarya desa, dan pelaksanaan musrenbang desa.
2. Mereviuw (mengkaji ulang) Dokumen RPJM Desa
Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim Penyusun RKP Desa atau Tim Penyelenggara Musrenbang Desa melakukan reviuw terhadap dokumen RPJM Desa dan dokumen RKP Desa tahun lalu sebagai tahap awal pelaksanaan tugasnya. Bagi desa–desa yang sudah mempunyai RPJM Desa, penyusunan RKP Desa dilakukan dengan merujuk pada program dan kegiatan indikatif yang sudah disusun dalam dokumen rencana 5 tahun tersebut. Sedang bagi desa yang belum mempunyai RPJM Desa, pada tahap pra musrenbang RKP Desa harus dimulai dari penggalian kebutuhan dan permasalahan masyarakat melalui musyawarah dusun/RW.
3. Analisis Data Kerawanan Desa
Untuk penyusunan RKP Desa, kajian desa bersama masyarakat (Participatory Rural Appraisal/PRA dengan proses yang cukup panjang yaitu musyawarah dusun/RW dan kajian kelompok sektoral) tidak perlu dilakukan. PRA cukup dilakukan setiap penyusunan RPJM Desa. Walau dokumen RPJM Desa sudah menyusun program dan kegiatan indikatif selama 5 tahun, namun data/informasi terkini perlu dicek kembali. Analisis data yang dilakukan disebut sebagai “analisis kerawanan desa” atau ”analisis keadaan darurat desa”. Hasil analisis ini akan menjadi salah satu materi yang dipaparkan saat pelaksanaan musrenbang.
Kegiatan ini melibatkan kepala dusun, pemuda dan perempuan. Hasilnya didampingkan dengan data tahun lalu, untuk dianalisa dan dicari program apa yang lebih baik dilanjutkan, ditambah, dikurangi, dan sebagainya. Jadi, sifat dokumen RPJM Desa tidaklah “harga mati” tetapi juga bukan berarti dengan mudah diubah/diganti program maupun kegiatannya.
Analisis data kerawanan ini digunakan untuk mengkaji ulang dokumen RPJM Desa, khususnya mengenai prioritas masalah dan kegiatan yang akan disusun untuk RKP Desa tahun berikutnya. Data-data kerawanan desa meliputi:
•    Berapa jumlah KK miskin sekarang;
•    Berapa warga yang menganggur sekarang;
•    Berapa anak yang putus sekolah dan yang rawan putus sekolah sekarang;
•    Berapa jumlah kematian ibu, bayi dan balita selama setahun terakhir;
•    Berapa orang (terutama ibu, bayi, balita) yang mengalami kurang gizi;
•    Berapa kasus wabah penyakit yang terjadi selama setahun terakhir;
•    Dan sebagainya yang dianggap isu-isu darurat/rawan terkait kemiskinan, gangguan kesejahteraan atau gangguan pemenuhan 10 hak dasar.
4. Penyusunan Draft Rancangan Awal RKP Desa
Sama seperti cara penyusunan draft rancangan awal RPJM Desa, draft RKP Desa bisa dilakukan dengan Lokakarya Desa yang melibatkan warga masyarakat, bisa juga dilakukan dengan rapat Pokja (Tim) Perencana desa. Secara umum, langkah-langkah penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa sama saja, hanya penyusunan RKP Desa lebih ringkas/sederhana. Untuk RKP Desa dilakukan lokakarya desa. Peserta lokakarya adalah berbagai komponen desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh Masyarakat dan Wakil Perempuan), biasanya juga melibatkan unsur kecamatan dan unsur UPTD atau SKPD.
Proses lokakarya penyiapan RKP Desa adalah sebagai berikut:
Persiapan:
Menyusun jadwal dan agenda, mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai agenda lokakarya desa, membuka pendaftaran/mengundang calon peserta, menyiapkan peralatan, bahan materi dan notulen.
Pelaksanaan:
•    Pendaftaran peserta lokakarya.
•    Pemaparan tujuan, metode serta keluaran lokakarya oleh Tim Perencana Desa.
•    Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program desa. Narasumber dari Desa: tokoh masyarakat, pengurus Kelembagaan Masyarakat Desa, LSM yang bekerja di Desa tersebut. Topik-topik pembahasannya adalah: Evaluasi pembangunan tahun sebelumnya (RKP Desa sebelumnya),Pemaparan dan analisa kegiatan di dalam dokumen RPJM Desa dan Pemaparan dan analisa keadaan darurat desa.
•    Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program supra desa. Narasumber: dari Kecamatan (Camat /yang mewakili, Kasi PMD, Kepala UPTD/yang mewakili) dan Kabupaten (DPRD dari Dapil yang bersangkutan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat).
•    Pengembangan draft rancangan awal RKP Desa : Penentuan draf prioritas pembangunan tahun yang akan datang dan Penyusunan draf matrik program dan kegiatan RKP Desa.
•    Penandatanganan berita acara dan penutupan lokakarya.
5. Persiapan Teknis/logistik Musrenbang
Setelah dokumen draft RKP Desa tersusun, panitia pendukung bertugas untuk menyiapkan logistik (tempat, alat dan bahan/materi) untuk kegiatan pelaksanaan musrenbang. Undangan disebarkan kepada warga masyarakat dan pemangku kepentingan serta kegiatan diumumkan secara terbuka. Jadual dan agenda disusun oleh tim pemandu. Tim pemandu dan tim notulen mengadakan persiapan teknik memandu dan mendokumentasikan hasil musrenbang.
6. Pelaksanaan Musrenbang RKP Desa
Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya (tahun yang direncanakan).
Perserta Musrenbang RKP Desa adalah berbagai komponen desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh Masyarakat dan Wakil Perempuan), unsur Kecamatan, unsur SKPD, ditambah unsur DPRD dari daerah pemilihan (dapil) bersangkutan.
Tujuan musrenbang RKP Desa:
•    Menyusun prioritas kebutuhan/masalah yang akan dijadikan kegiatan untuk penyusunan RKP Desa dengan pemilahan sbb : Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri dan dibiayai oleh APB Desa yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PA Desa), Alokasi Dana Desa (ADD), dana swadaya desa/masyarakat, dan sumber lain yang tidak mengikat, dan Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri yang dibiayai oleh APBD kabupaten/kota, APBD Propinsi, APBN.
•    Menyiapkan prioritas masalah daerah yang ada di desa yang akan diusulkan melalui musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah (UPTD dan atau SKPD);
•    Menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desanya pada forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah (UPTD dan atau SKPD) tahun berikutnya.
Penting untuk diperhatikan:
1.    Pada prakteknya, lebih banyak desa membawa usulan kegiatan skala desa ke musrenbang kecamatan sehingga tidak dapat diakomodir oleh program supra desa terutama SKPD. Usulan yang dibawa dari desa ke atas semestinya yang bukan kegiatan skala desa, tapi kegiatan skala kecamatan atau kabupaten.
2.    Seringkali terjadi kesulitan dalam memilah antara kegiatan skala desa dengan skala kabupaten. Biasanya akan muncul usulan kegiatan baru yang di bawa oleh peserta musrenbang yang tidak mengikuti proses sebelumnya.
3.    SKPD dan anggota DPRD belum terlibat sehingga usulan untuk skala kabupaten kadang tidak sinkron dengan Rancangan Renstra SKPD.
4.    Masih minimnya keterlibatan warga miskin dan perempuan sehingga perlu diterapkan kuota jumlah peserta perempuan.
7. Rapat kerja Pokja (Tim) Rencana Desa
Draft RKP Desa kemudian diperbaiki berdasarkan hasil musrenbang di dalam rapat Pokja (Tim) Perencana Desa. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dokumen RKP Desa oleh Kades.
8. Penyusunan SK Kades tentang RKP Desa
Penyusunan draf Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa dilakukan oleh sekretaris desa. Draft Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa diserahkan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa.
9. Sosialisasi
Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah desa. Materi Sosialiasasi adalah Lampiran SK RKP Desa yang memuat program dan kegiatan tahun bersangkutan. Media sosialisasi RKP Desa sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing - masing desa. Beberapa alternatif media sosialisasi yang bisa digunakan antara lain: Forum masyarakat baik formal maupun non formal, poster RKP Desa dan APB Desa, papan informasi desa, papan informasi dusun/RW/RT, dan sebagainya.
Sasaran sosialisasi di tingkat desa adalah: warga masyarakat pada umumnya, toga, tomas, Lembaga Masyarakat Desa (LKMD, PKK, RW, RT, dsb), kelompok-kelompok kepentingan (kelompok tani, kelompok pedagang, nelayan, perempuan pedagang kecil, dsb.).
Sasaran sosialisasi di tingkat supra desa adalah: Pemerintah (kecamatan, BAPPEDA, SKPD terkait), DPRD (Komisi DPRD terkait, anggota DPRD dari perwakilan daerah pemilihan bersangkutan)

Minggu, 19 Oktober 2014

Profil Kepala Desa 2013 - 2019


Nama     : Dian Irawan , SE

Kamis, 09 Oktober 2014

PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang ditunggu-tunggu, akhirnya setelah setengah tahun sejak awal tahun 2014 UU Desa disahkan, untuk dapat segera dilaksanakan pada tahun depan tepatnya tahun 2015. Berbagai hal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini. Sosialisasi yang jelas serta bagaimana desa akan lebih mudah mengimplementasikan UU Desa adalah tugas setiap warga desa, serta menjaga agar sejumlah dana yang memang hanya segitu perdesa dapat digunakan semaksimal mungkin demi sebesar-besarnya kemakmuran warga masyarakat Desa. File PP No 43 tahun 2014,
PP tentang UU Desa akhirnya diterbitkan Pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 Mei 2014 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Keluarnya Peraturan Pelaksanaan UU tentang Desa ini berdasarkan pertimbangan untuk melaksanakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa berisi 91 halaman termasuk penjelasan. Peraturan Pelaksanaan UU Desa ini didalamnya mengatur tentang Penataan Desa, Kewenangan, Pemerintahan Desa, Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa, Keuangan dan Kekayaan Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat desa, dan Pembinaan dan Pengawasan Desa oleh Camat atau sebutan yang lainnya.

Kewenangan Desa

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa kewenangan Desa meliputi:

    Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
    Kewenangan lokal berskala Desa;
    Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah  kabupaten/kota; dan
    Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Desa tersebut dalam PP Desa sedikitnya terdiri atas:

    Sistem organisasi masyarakat adat;
    Pembinaan kelembagaan masyarakat;
    Pembinaan lembaga hukum adat;
    Pengelolaan tanah kas desa; dan
    Pengembangan peran masyarakat desa.

Kewenangan Lokal Berskala Desa

Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit di antaranya meliputi:

    Pengelolaan tambatan perahu;
    Pengelolaan Pasar Desa;
    Pengelolaan tempat pemandian umum;
    Pengelolaan jaringan irigrasi;
    Pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa;
    Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
    Pengelolaan Embung Desa;
    Pengelolaan air minum berskala desa; dan
    Pembuatan jalan desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

Selain kewenangan sebagaimana hal diatas. Menteri dapat menetapkan jenis kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. (menurut Pasal 34 ayat 3 PP Desa).

Pemerintahan Desa


    “Penjabat kepala desa berasal dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota,”

Tentang pemilihan kepala desa, disebutkan pada Pasal 40 PP 43/2014 bahwa, pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota, dan dapat dilaksanakan bergelombang paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun.

Jika terjadi kekosongan jabatan kepala desa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa yang serentak, maka bupati/walikota menunjuk penjabat kepala desa. Hal ini disebutkan pada Pasal 40 ayat (4) :
Jabatan Kepala Desa

Lama jabatan Kepala Desa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 ini, Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, dan dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.


    “Dalam hal Kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, Kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan,” Pasal 47 Ayat (5).

Perangkat Desa
Perangkat Desa yang berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa terdiri dari:

    Sekretariat Desa yang dipimpin oleh Sekretaris Desa;
    Pelaksana Kewilayahan yang jumlahnya ditentukan secara proporsional; dan
    Pelaksana Teknis, paling banyak 3 (tiga) seksi.


Syarat Menjadi Perangkat Desa

PP 43/2014 menegaskan, perangkat desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan:

    Berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
    Berusia 20 tahun – 42 tahun;
    Terdaftar sebagai penduduk desa dan paling tidak telah bertempat tinggal selama 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
    Syarat lain yang ditentukan dalam peraturan daerah kabupaten/kota.

Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kepala Desa
Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD), yang merupakan pendapatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pengalokasian ADD untuk Kepala Desa dan perangkat desa menggunakan perhitungan sebagai berikut: a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp 500.000.000 digunakan maksimal 60%; b. ADD RP 500 juta – Rp 700 juta digunakan maksimal 50%; c. ADD Rp 700 juta – Rp 900 juta digunakan maksimal Rp 40%; dan d. ADD di atas Rp 900 juta digunakan maksimal 30%.


    “Bupati/Walikota menetapkan besaran penghasilan tetap a. Kepala Desa; b. Sekretaris Desa paling sedikir 70% dari penghasilan Kepala Desa setiap bulan; c. Perangkat Desa paling sedikit 50% dari penghasilan tetap Kepala Desa setiap bulan,” bunyi Pasal 81 Ayat (4a,b,c), Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.

    PP 43/2014 menyebutkan juga tentang tunjangan Kepala Desa, bahwa, selain menerima penghasilan tetap, Kepala Desa dan Perangkat Desa menerima tunjangan dan penerimaan lain yang sah, yang dapat bersumber dari APB Desa.

Penyelenggaraan Kewenangan Desa

    “Seluruh pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB desa,” Pasal 91 PP 43 Tahun 2014

Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan pada hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa yang didanai oleh APB Desa, dan juga dapat didanai oleh APBN dan APBD dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota melalui ADD misalnya.

Anggaran untuk menyelenggarakan kewenangan Desa yang didapat atau ditugaskan oleh Pemerintah Pusat akan didanai dengan APBN melalui alokasi dari bagian anggaran Kementrian/Lembaga dan disalurkan melalui SKPD – Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten atau Kota. Selain itu penyelenggaraan kewenangan desa yang didapatkan melalui Pemerintah Daerah akan didanai dengan APBD dari Propinsi, dan Kabupaten atau Kota

Sumber Forumdesa.or,id

Senin, 06 Oktober 2014

Apa yang dimaksud dengan SILPA APBDES?

sebelum kita bahas lebih lanjut tentang SILPA APBDES, ada baiknya kita pahami maknanya bahwa SILPA adalah: sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Atau bisa disebut dengan Selisih antara penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 periode.
Namun jika dilihat dari struktur APBDES, anda akan menemui dua macam istilah SILPA yaitu:
SiLPA : i huruf kecil
SILPA : dengan I huruf besar. Lalu apa beda antara keduanya?
untuk lebih jelasnya, kita lihat struktur APBD/APBDES sebagai berikut:


Dari struktur APBDES diatas, bisa dijelaskan bahwa:
-Selisih antara Pendapatan dan Belanja mengakibatkan Surplus/Defisit
-Selisih antara Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disebut Pembiayaan Netto
-SILPA Tahun Berjalan adalah Selisih antara Surplus/Defisit dengan pembiayaan Netto
-Jika terjadi defisit, pembiayaan Netto harus bisa menutup defisit anggaran

Lalu  apa beda antara SiLPA (huruf i kecil) dengan SILPA (huruf I Besar)?
SiLPA ( Huruf i Kecil) adalah Selisih realisasi penerimaan dan belanja dalam 1 tahun anggaran. SiLPA ini adalah sub detail dari Penerimaan Pembiayaan
SILPA ( huruf  I Besar) adalah Sisa lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan, yaitu selisih antara Surplus/defisit dengan Pembiayaan Netto. Angka SILPA ini dalam penyusunan APBDES seharusnya nol. Artinya Pembiayaan Netto harus bisa menutup defisit anggaran.
Jika SILPA Positif, berarti besarnya Pembiayaan Netto, setelah dikurangi untuk menutup defisit anggaran, masih ada dana tersisa
Jika SILPA Negatif, berarti Pembiayaan Netto belum mampu untuk menutup defisit anggaran.
untuk itu perlu dicari jalan keluarnya dengan mencari sumber  penerimaan lain seperti pinjaman atau pencairan dana cadangan, sehingga angka SILPA Nol.

sumber SIMKADES

TEKNOLOGI MEMBANGUN DESA

Teknologi? Mendengar kata ini, pikiran Rita senantiasa seperti 'terpaku' pada high-tech. Padahal teknologi tidak selalu identik dengan high-tech dengan mesin-mesin modern yang serba terkomputerisasi. Peralatan yang sangat sederhana yang tanpa kita pernah sadari dan sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari pun bisa disebut pula dengan teknologi.

Dalam peradaban manusia, teknologi sudah banyak membantu kehidupan manusia hingga detik kini. Masih ingat bagaimana manusia purba yang hidup ratusan tahun yang lalu dalam menggunakan kapak yang terbuat dari pecahan batu saat hendak memotong atau megupas sesuatu. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman, teknologi dikembangkan untuk membuat hidup lebih baik, efisien, dan mudah. Penggunaan pecahan batu mulai ditinggalkan yang kemudian mulai tergantikan dengan potongan besi/baja atau sekarang kita sebut dengan pisau. Singkat kata, teknologi merupakan upaya manusia dalam membuat kehidupannya menjadi lebih sejahtera, lebih baik, lebih mudah, lebih enak dan seribu 'lebih' lainnya.

Tak bisa dihindari, manusia selalu hidup bersama teknologi. Sudah jutaan manusia yang hidupnya terbantu oleh kemajuan teknologi. Tidak hanya   masyarakat yang hidup diperkotaan, masyarakat yang mendiami daerah-daerah terpencil pun kini sudah merasakan kemajuan teknologi. Bagaimana para petani yang biasanya membajak sawah menggunakan kerbau, kini mulai beralih menggunakan alat membajak dengan menggunakan mesin. Para nelayan tidak lagi melaut hanya mengandalkan tiupan angin. Mereka sudah mulai menggunakan mesin motor untuk melaut. Dengan adanya teknologi, sudah tak terhitung berapa orang warga desa yang terbantu hidupnya. Dalam bekerja, mereka semakin lebih mudah.

Hadirnya teknologi di desa, secara tidak langsung meningkatkan kemampuan produksi, memberikan nilai tambah pada komoditas lokal unggulan (local content), menciptakan lapangan kerja dan   meningkatkan pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu saja, teknologi menciptakan kelompok-kelompok usaha mandiri yang berkemampuan dalam kegiatan ekonomi produktif. Teknologi membuat desa semakin maju.

Pada umumnya teknologi yang banyak diserap dan digunakan oleh masyarakat desa adalah Teknologi Tepat Guna (TTG). Ciri khas yang paling mendasar dari TTG adalah dapat dibuat dengan biaya yang relatif murah, cara membuatnya sangat mudah, dan menggunakan sumber-sumber daya setempat. Jenis TTG yang banyak digunakan cenderung merupakan alat atau mesin yang menunjang sektor pertanian, peternakan, perikanan, kesehatan, pengolahan pangan, pengelolaan air, sanitasi, dan sampah, pengelolaan masakan, tanaman obat dan sebagainya.   Secara teknis, TTG merupakan jembatan antara teknologi tradisional dan teknologi maju. Namun sayangnya ketergantungan terhadap   Bahan Bakar

Minyak (BBM) makin hari semakin tinggi. Memang, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun jika tidak bisa dapat mengatur dalam pemanfaatan sumber energi seefisien mungkin, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan Indonesia akan menjadipengimpor energi.

Maka untuk mewujudkan kemandirian energi pada tahun 2025 seperti diamanatkan dalam PP 5 Tahun 2006, sudah saatnya kita untuk mencari sumber energi alternatif/ baru. Salah satunya adalah memanfaatkan biji jarak untuk dijadikan biodiesel. Bisakah terwujud?


Berawal dari harga minyak dunia yang tinggi hingga mencapai 40 US $ per barel hingga pasokan minyak tanah di seluruh Indonesia yang mulai seret, maka dicari solusi produk baru sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Ditemukan biji jarak yang bisa dijadikan biodiesel. Untuk tingkat paling sederhana biji jarak bisa longsung dipakai untuk memasak dengon menggunakan kompor biji jarak. Karena fungsi biji jarak sebagai pengganti sumbu kompor don minyak.

Dalam kondisi itu, diperlukan tindokan cepat dan cermat. Maka keluarlah Pepres No.5 tentang kebijakan Energi Nasional, kemudian disusul dengan Inpres No.1 tahun 2006 tentang bahan bakar nabati. Semua itu dilakukan dalam rongka mencari bahan bakar nabati pengganti BBM. Hal ini diielaskan oleh Dra. Anna Gurning, Msi., Kasi Rehabilitasi Lingkungan pada Dirjen PMD.   "Dengan dasar itulah pertengahan tahun 2006 Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyorakatdan Desa (Ditjen PMD) mencetuskan Desa Mandiri Energi (DME)" jelasnya.

Meskipun dasar hukum mengenai DME sudah jelas, namun tetap saja ada hambatan. Salah satu yang menjadi masalah klasik adalah masalah perdanaan. Sehingga DME tidak bisa diterapkan secara serempak ke seluruh desa yang ada di Indonesia. "Akhirnya kami pilih lima lokasi untuk dijadikan pilot project di Indonesia," paparnya.

Pada Tahun 2007 terpilih 5 daerah yang dijadikan pilot project yaitu Banten, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggora. Tahun 2008 terpilih 5 lokasi daerah. Dan pada tahun 2009 terpilih 4 lokasi daerah DME. Ada tiga acuan yang digunakan dalam rangka penentuan desa lokasi DME, kata Anno Gurning. Pertama, data dari Badan Pusat Statistik, jumlah data miskin di Indonesia yang lebih dominan. Kedua, banyaknya lahan kritis (Badan Planologi, Departemen Kehutanan). "Ketiga, data dari departemen pertanian mengenai lahan untuk kesesuaian jarak pagar." paparnya.

Untuk menghasil pohon jarak dengan kondisi baik, Ditjen PMD melakukan kerjasama dan koordinator dengan Departemen Pertanian. Karena DME yang dimulai pada 2007 targetnya harus mencapai tiga ribu desa. Untuk membuat semangat, DME selalu melakukan lomba. Rencana ke depan adalah Ditjen PMD tidak menambah desa lagi, tapi menjadikan 14 desa pilot project menjadi desa DME. Jika lima desa saja dapat menjadi desa DME maka itu merupakan prestasi yang bagus. Untuk mencapai tujuan tersebut akan dilakukan pembinaan yang intensif. "Dengan cara kita lebih mengandalkan konsultasi dan dialog ke Pemda, agar investasi yang sudah diberikan tidak sia-sia," kata Anna Gurning.

Tahun depan, direncanakan akan dilakukan pembagian kompor biji jarak kepada warga desa. Jadi minimal desa pilot project DME sudah menggunakan kompor biji jarak. Dengan begitu akan menjadi contoh pada desa pilot project lainnya untuk menanam dan menggunakan biji jarak pagar. Untuk desa percontohan pohon jarak pagar yang buahnya dalam kondisi bagus di Desa Gunung Jati, Serang-Jawa Barat. Seandainya jarak pagar tidak termanfaatkan, tapi kondisi positifnya adalah lahan kritis sudah tidak ada karena sudah ditanam pohon jarak pagar.

Buah Jarak Primadona Energi

Ada pun mekanisme penyaluran biji jarak ke masyarakat sebagai berikut, setelah pemilihan lokasi untuk desa yang akan menjadi pilot project DME, Dirjen PMD atas nama menteri mengirim surat ke Bupati masing-masing wilayah untuk menentukan desa lokasi DME dengan kriteria yang ditentukan. "Setelah dilakukan evaluasi pada desa yang telah ditunjuk Bupati, baru program dikucurkan mulai dari memberikan buah biji jarak ke petani, memberikan upah, memberikan mesin, serta memberikan pelatihan. Hingga pemanfaatan dan pemeliharaan mesin," ucapnya.

Lantaran Ditjen PMD yang menentukan desa lokasi untuk pilot project DME maka "sense of belonging" dari masyarakat desa kurang. "Kecuali mereka yang menulis proposal untuk dijadikan desa pilot project, karena rasa memilikinya sudah ada," pungkasnya. Ada pun  lahan yang diperlukan untuk menanam biji jarak adalah seluas 16 hektar. 16 Ha tersebut dibagi-bagi lagi menjadi 1 .hektar untuk pembenihan, 5 hektar untuk kebun induk serta 10 hektar untuk demonstration plot (demplot) atau area percontohan. "Tapi pada prakteknya hanya 15 hektar. Untuk 1 hektar jika cara menanamnya dengan cara monokultur dibutuhkan 1 kg biji jarak, yang akan menghasilkan 1.000 pohon. Estimasinya yong tumbuh sekitar 800 pohon," jelasnya.

Meskipun demikian pada waktu mesin akan diturunkan, pohon jarak belum berbuah serta koordinasi lintas sektor di daerah kurang. Itulah satu dari sekian kendala yang dihadapi. Akibatnya, pohon jarak tidak menghasilkan buah sesuai masa kerjanya, yaitu dalam waktu 6 bulan pohon jarak akan menghasilkan buah 250 kg dari lahan 1 hektar. "Pohon jarak akan maksimal setelah 3 tahun. Dengan catatan harus dirawat korena akan menghasilkan buah yang banyak", lanjut Anna.

BerpikirJangka Pendek

Disamping itu, tidak mudah bagi mereka untuk memberikan pemahaman tentang DME kepada warga desa. Sebab, warga desa umumnya hanya berpikir jangka pendek. "Warga desa hanya berpikir tanam, jual dan dapat uang. Mereka tidak berpikir biji jarak itu dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari," sambungnya. Padahal waktu yang dipakai untuk mencari kayu bakar bisa dipakai untuk kegunaan yang lain. "Uang yang dipakai untuk koyu bakar bisa dipakai untuk kebutuhan yang lain. Semuanya itu berar+i mengurangi beban masyarakat/tuturnya. "Kami secara bertahap ingin mengubah pola pikir warga desa. Dengan ada DME, beban pengeluaran masyarakat miskin bisa berkurang. Mereka tidak menjarah dan merusak hutan untuk mencari kayu bakar. "Ini berarti warga desa sudah memberikan kontribusi untuk mengurangi pemanasan global (global warming),"pungkasnya.

Karena terbiasa dengan pikiran instan, sementara satu sisi DME merupakan proses mulai dari penyiapan lahan, penyemaian, penanaman dan perawatan, DME seakan jalan ditempat. Namun bagaimana pun, DME merupakan investasi yang harus dilakukan mulai sekarang.  Dari 5 lokasi yang dijadikan pilot project poda 2007, kata Anna Gurning sudah menghasilkan. Tapi pada kenyataan sampai saat ini belum maksimal. "Ini karena koordinasi dan perhatian Pemda kepada program DME itu kurang. Mereka menganggap bahwa ini bukan program prioritas. Kalaupun bahan bakar sampai saat ini terjangkau tapi persediaannya hanya untuk 20 tahun," ujarnya. Ada pun lokasi DME yang benar-benar berhasil ada di Lampung Timur. Ini karena animo dan binaan dari Pemda sangat intensif. Timbul pemikiran baru, bagaimana caranya ke depan agar semua program dapat berjalan sebagaimana adanya karena kecenderungan untuk membuat pemahaman bahwa DME bukan program pusat melainkan merupakan program nasional.

sumber : Jurnal Terpadu Depdagri.